Rasa
malu adalah fenomena yang biasa, alami, dan bisa terjadi pada siapa saja. Yang
membedakannya hanya dalam hal derajat dan lingkupnya saja. Ada yang rasa malu
hanya untuk bertemu memperkenalkan diri dengan bosnya yang baru. Ada juga yang
malu campur segan dan bahkan gugup kalau berada di tengah-tengah kerumunan
orang. Menurut Philip G.Zimbardo dalam Ranjit Singh Malhi (Enhancing
personal quality;2004), penelitian menunjukkan empat dari sepuluh orang
ketika saling bertemu memiliki rasa malu bahkan bersifat kronis.
Penelitian juga mengindikasikan bahwa baik perempuan maupun pria memiliki
derajat rasa malu yang sama.
A.
Malu Menurut Sosial
Rasa malu seseorang cenderung dapat
menghambat proses komunikasi dalam pergaulan sosial. Untuk beberapa hal bisa jadi
rasa malu bisa menjadi masalah besar. Mereka merasa tidak nyaman dalam tiap
kegiatan sosial khususnya karena mereka tidak mengenal orang di sekitarnya dengan baik. Ada juga
rasa malu ketika berada pada situasi tertentu misalnya berbicara di depan publik,
bertemu dengan orang asing, dengan jenis seks yang lain, dan dengan orang yang
berstatus superior.
Perilaku
yang terkait dengan rasa malu antara lain keengganan untuk berbicara,
ketidak-mampuan berpidato, kesulitan dalam bertatap mata, dan cenderung sering
gugup. Gejala fisiknya antara lain tangan berkeringat,jantung berdebar cepat, gemetaran, muka
merah padam, perut mulas, dan mulut terasa kering. Orang
yang pemalu biasanya juga mengalami perasaan tidak aman, dan rasa rendah
diri.Penyebab utama terjadinya rasa malu karena kurangnya kecerdasan sosial
yang dimiliki pemalu. Umumnya mereka tidak tahu seni memperkenalkan dirinya dan
memulai suatu percakapan, kurang memiliki ketrampilan mengetengahkan
bahasa tubuh, dan tidak tegas. Dengan kata lain sang pemalu umumnya tidak
pernah mengetahui bagaimana seharusnya berinteraksi dengan orang lain secara
efektif. Selain kecerdasan sosial, penyebab rasa malu antara lain adalah unsur rendahnya harga diri,
pengalaman buruk masa lalu, dan pengalaman tak menyenangkan, kondisi fisik yang
kurang sempurna, serta lingkungan keluarga yang kurang nyaman dalam
berinteraksi.
Apa
konsekuensi bagi orang yang memiliki rasa malu kronis? Pemalu akan
menemukan kesulitan untuk bertemu dengan orang baru atau tidak dikenal, sulit
untuk mencari teman baru, kurang mampu mengekspresikan
pendapat atau gagasan, tidak tegas bereaksi kalau ada permintaan atau penilaian
diri dari orang lain, kesulitan berpikir jernih dan berkomunikasi secara
efektif, dan ekstremnya rasa malu yang berat mengarah pada perasaan negatif
atau depresi, ketidak-sadaran, dan rasa kesepian.
Lalu apa yang sebaiknya dilakukan oleh pemalu?.
Antara lain yang dapat dilakukan adalah (1) mengetahui penyebab rasa malu yang
kronis, (2) membangun rasa percaya diri dengan mengerjakan sesuatu yang
menantang, (3) belajar menerima dan menyukai diri sendiri atau jadilah diri
sendiri, (4) belajar untuk tegas dalam merespon, (5) keluarlah dari
”persembunyian” dan mulailah untuk kontak dengan orang lain sekarang juga, (6)
belajarlah seni berbincang-bincang dengan orang lain, (7) mengamati orang-orang
yang sukses dan pelajarilah teknik dalam membangun hubungan dengan
orang lain, dan (8) menghindari keinginan menjadi perfeksionis.
B.
Malu Menurut Agama
Menurut
bahasa berarti perubahan, kehancuran perasaan atau duka cita yang terjadi pada
jiwa manusia karena takut di cela. Adapun asal kata al-hayaa u (malu) berasal dari kata
al-hayaatu (hidup), juga berasal dari kata al-hayaa (air hujan).
Sedangkan
menurut istilah adalah akhlaq yang sesuai dengan sunnah yang membangkitkan fikiran untuk meninggalkan perkara yang
buruk sehingga akan menjauhkan manusia dari kemaksiatan dan menghilangkan
kemalasan untuk menjalankan hak Allah.
Makna
tersebut dijelaskan dalam hadits Nabi shollallahu’alaihi wassallam, “Sesungguhnya
termasuk yang didapati manusia dari perkataan para nabi terdahulu adalah, ‘Jika
engkau tidak malu maka lakukanlah sekehendakmu’”
Terdapat beberapa penjelasan ulama
mengenai hadits ini, diantaranya :
1. Pertama, bentuk hadits di atas adalah
perintah tapi maksudnya adalah pemberitaan. Hal ini di karenakan sebagai
pencegah utama agar manusia tidak terjerumus ke dalam kejahatan adalah sifat
malunya. Maka jika ia meninggalkan sifat malunya, ia seakan-akan di perintahkan
untuk mengerjakan semua larangan.
2. Kedua, hadits di atas merupakan ancaman,
artinya lakukan apa saja yang kau inginkan karena sesungguhnya Allah akan
membalas semua perbuatanmu.
3. Ketiga, lihatlah kepada apa yang ingin
engkau lakukan. Jika tidak termasuk yang membuat malu maka lakukanlah, jika
termasuk yang membuat malu, maka tinggalkanlah.
4. Keempat, hadits di atas mendorong pada
sifat malu dan memuji keutamaannya. Artinya karena seseorang tidak boleh
berprilaku semata-mata mengikuti kehendak hatinya, maka ia tidak boleh
meninggalkan sifat malunya.
Dari
penjelasan di atas diketahui bahwa malu membatasi antara seorang hamba dengan
semua larangan atau kemaksiatan. Maka dengan kuatnya rasa malu makin lemahlah
kecenderungan seseorang untuk terjerumus dalam kemaksiatan. Sebaliknya dengan
lemahnya rasa malu makin kuatlah keinginan seseorang untuk melakukan
kemaksiatan.
C.
Jenis-Jenis Malu
Terdapat banyak jenis-jenis malu,
diantaranya :
1.
Malu kepada Allah,
Ketahuilah
sesungguhnya celaan Allah itu diatas seluruh celaan. Dan pujian Allah subhanahu
wata’ala itu diatas segala pujian. Orang yang tercela adalah orang yang dicela
oleh Allah. Orang-orang yang terpuji adalah orang-orang yang dipuji oleh
Allah. Maka haruslah lebih malu kepada
Allah dari pada yang lain.
Malu
kepada Allah adalah jalan untuk menegakkan segala bentuk Ketaatan dan menjauhi
segala bentuk kemaksiatan. Karena jika seorang hamba takut di cela Allah,
tentunya ia tidak akan menolak ketaatan dan tidak pula mendekati kemaksiatan.
Oleh karena itulah malu merupakan sebagian dari iman.
2.
Malu kepada Manusia,
Termasuk
jenis malu adalah malunya sebagian manusia kepda sebagian yang lain.
Sebagaimana malunya seorang anak kepada orangtuanya, isteri kepada suaminya,
orang bodoh kepada orang pandai, serta malunya seorang gadis untuk
terang-terangan menyatakan ingin menikah.
3.
Malunya seseorang terhadap dirinya,
Dan
ini salah satu bentuk malu yang di rasakan oleh jiwa yang terhormat, tinggi dan
mulia, sehingga ia tidak puas dengan kekurangan , kerendahan dan kehinaan.
Karena itu engkau akan menjumpai seseorang yang merasa malu kepada dirinya
sendiri, seolah-olah di dalam raganya terdapat dua jiwa, yang satu merasa malu
kepada yang lain.
Malu
inilah yang paling sempurna karena jika pada dirinya sendiri saja sudah
demikian malu, apalagi terhadap orang lain.
D.
Keutamaan-Keutamaan Sifat Malu
1.
Allah mencintai sifat malu,
“Sesungguhnya Allah adalah Maha
Pemalu dan Maha Menutupi. Dia mencintai rasa malu dan ketertutupan.”
2.
Malu adalah akhlaq Islam,
“Sesungguhnya setiap agama itu
berakhlaq, Sedangkan akhlaq agama islam adalah malu.”
3.
Termasuk bagian dari iman,
Dari Ibnu ‘Umar radhiallahu’anhu,
bahwasannya Rasulullah Shollallahu'alaihi Wa Sallam melewati seorang laki-laki
dari sahabat Anshar sedang menasehati temannya tetang rasa malu. Lalu
Rasulullah Shollallahu'alaihi Wa Sallam bersabda, “Biarkan ia, sesungguhnya
malu merupakan bagian dari iman”
4.
Sifat malu mendatangkan kebaikan,
“Malu itu tidak mendatangkan kecuali
kebaikan”
5.
Sifat malu menghantarkan ke surga
“Malu itu bagian dari iman. Dan iman
tempatnya di surga, sedangkan ucapan keji termasuk bagian dari tabiat kasar,
tabiat kasar itu tempatnya di neraka.”
E.
Perkara-Perkara yang Dapat
Meningkatkan Rasa Malu
1.
Muraqabatullaah (merasa terus
diawasi Allah),
Kapan
saja seorang hamba itu merasa Allah sedang melihat kepadanya dan berada dekat
dengannya, ia akan mendapatkan ilmu ini (muraqabatullaah) karena rasa malunya
kepada Allah.
2.
Mensyukuri nikmat Allah,
Sifat
malu akan muncul dengan memikirkan nikmat Allah yang tidak terbatas, pada
hakikatnya orang yang berakal akan merasa malu untuk menggunakan nikmat Allah
untuk berbuat maksiat kepadanya.
F.
Perkara-Perkara yang Tidak Termasuk
Malu
1.
Tidak berkata atau tidak
terang-terangan dalam kebenaran,
Allah berfirman,
“… dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar …” (Qs. Al-Ahzaab :
53)
Al-Hafidz
Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Baari (I/52) berkata, “an tidak boleh
dikatakan bahwa bisa jadi malu itu menjadi penghalang untuk berkata yang benar,
atau mengerjakan kebaikan karena malu yang seperti itu bukan malu yang syar’I
(sesuai syariat)”
Imam
an-Nawawi rahimahullah, dalam Syahr Shahih Muslim (II/5), “Terjadi masalah pada
sebagian orang yaitu orang yang pemalu kadang-kadang merasa malu untuk
memberitahukan kebaikan kepada orang yang ia hormati. Akhirnya ia meninggalkan
amar ma’ruf nahi munkar. Terkadang sifat malunya membuat ia melalaikan sebagian
apa yang menjadi haknya dan hal-hal lain yang biasa terjadi dalam kebiasaan
sehari-hari.”
2.
Malu dalam mencari ilmu’
‘Aisyah berkata,
“Sebaik-baik
wanita adalah para wanita Anshar. Rasa malu tidak menghalangi mereka mendalami
ilmu agama”
Imam
Mujahid rahimahullah berkata, “Tidak akan bisa mencari ilmu (dengan benar)
orang yang malu mencarinya dan orang-orang yang sombong.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar