Selasa, 05 Februari 2013

M A L U



Rasa malu adalah fenomena yang biasa, alami, dan bisa terjadi pada siapa saja. Yang membedakannya hanya dalam hal derajat dan lingkupnya saja. Ada yang rasa malu hanya untuk bertemu memperkenalkan diri dengan bosnya yang baru. Ada juga yang malu campur segan dan bahkan gugup kalau berada di tengah-tengah kerumunan orang. Menurut Philip G.Zimbardo dalam Ranjit Singh Malhi (Enhancing personal quality;2004), penelitian menunjukkan empat dari sepuluh orang ketika saling bertemu  memiliki rasa malu bahkan bersifat kronis. Penelitian juga mengindikasikan bahwa baik perempuan maupun pria memiliki derajat rasa malu yang sama.

A.    Malu Menurut Sosial
Rasa malu seseorang cenderung dapat menghambat proses komunikasi dalam pergaulan sosial. Untuk beberapa hal bisa jadi rasa malu bisa menjadi masalah besar. Mereka merasa tidak nyaman dalam tiap kegiatan sosial khususnya karena mereka tidak mengenal orang di sekitarnya dengan baik. Ada juga rasa malu ketika berada pada situasi tertentu misalnya berbicara di depan publik, bertemu dengan orang asing, dengan jenis seks yang lain, dan dengan orang yang berstatus superior.
Perilaku yang terkait dengan rasa malu antara lain keengganan untuk berbicara, ketidak-mampuan berpidato, kesulitan dalam bertatap mata, dan cenderung sering gugup. Gejala fisiknya antara lain tangan berkeringat,jantung berdebar cepat, gemetaran, muka merah padam, perut mulas, dan mulut terasa kering. Orang yang pemalu biasanya juga mengalami perasaan tidak aman, dan rasa rendah diri.Penyebab utama terjadinya rasa malu karena kurangnya kecerdasan sosial yang dimiliki pemalu. Umumnya mereka tidak tahu seni memperkenalkan dirinya dan memulai suatu percakapan, kurang memiliki ketrampilan mengetengahkan bahasa tubuh, dan tidak tegas. Dengan kata lain sang pemalu umumnya tidak pernah mengetahui bagaimana seharusnya berinteraksi dengan orang lain secara efektif. Selain kecerdasan sosial, penyebab rasa malu antara lain adalah unsur rendahnya harga diri, pengalaman buruk masa lalu, dan pengalaman tak menyenangkan, kondisi fisik yang kurang sempurna, serta lingkungan keluarga yang kurang nyaman dalam berinteraksi.
Apa konsekuensi bagi orang yang memiliki rasa malu  kronis? Pemalu akan menemukan kesulitan untuk bertemu dengan orang baru atau tidak dikenal, sulit untuk mencari teman baru, kurang mampu mengekspresikan pendapat atau gagasan, tidak tegas bereaksi kalau ada permintaan atau penilaian diri dari orang lain, kesulitan berpikir jernih dan berkomunikasi secara efektif, dan ekstremnya rasa malu yang berat mengarah pada perasaan negatif atau depresi, ketidak-sadaran, dan rasa kesepian.
Lalu apa yang sebaiknya dilakukan oleh pemalu?. Antara lain yang dapat dilakukan adalah (1) mengetahui penyebab rasa malu yang kronis, (2) membangun rasa percaya diri dengan mengerjakan sesuatu yang menantang, (3) belajar menerima dan menyukai diri sendiri atau jadilah diri sendiri, (4)  belajar untuk tegas dalam merespon, (5) keluarlah dari ”persembunyian” dan mulailah untuk kontak dengan orang lain sekarang juga, (6) belajarlah seni berbincang-bincang dengan orang lain, (7) mengamati orang-orang yang sukses dan pelajarilah teknik dalam membangun hubungan dengan orang lain, dan (8) menghindari keinginan menjadi perfeksionis.

B.     Malu Menurut Agama
Menurut bahasa berarti perubahan, kehancuran perasaan atau duka cita yang terjadi pada jiwa manusia karena takut di cela. Adapun asal kata al-hayaa u (malu) berasal dari kata al-hayaatu (hidup), juga berasal dari kata al-hayaa (air hujan).
Sedangkan menurut istilah adalah akhlaq yang sesuai dengan sunnah yang membangkitkan fikiran untuk meninggalkan perkara yang buruk sehingga akan menjauhkan manusia dari kemaksiatan dan menghilangkan kemalasan untuk menjalankan hak Allah.
Makna tersebut dijelaskan dalam hadits Nabi shollallahu’alaihi wassallam, “Sesungguhnya termasuk yang didapati manusia dari perkataan para nabi terdahulu adalah, ‘Jika engkau tidak malu maka lakukanlah sekehendakmu’”
Terdapat beberapa penjelasan ulama mengenai hadits ini, diantaranya  :
1.    Pertama, bentuk hadits di atas adalah perintah tapi maksudnya adalah pemberitaan. Hal ini di karenakan sebagai pencegah utama agar manusia tidak terjerumus ke dalam kejahatan adalah sifat malunya. Maka jika ia meninggalkan sifat malunya, ia seakan-akan di perintahkan untuk mengerjakan semua larangan.
2.    Kedua, hadits di atas merupakan ancaman, artinya lakukan apa saja yang kau inginkan karena sesungguhnya Allah akan membalas semua perbuatanmu.
3.    Ketiga, lihatlah kepada apa yang ingin engkau lakukan. Jika tidak termasuk yang membuat malu maka lakukanlah, jika termasuk yang membuat malu, maka tinggalkanlah.
4.    Keempat, hadits di atas mendorong pada sifat malu dan memuji keutamaannya. Artinya karena seseorang tidak boleh berprilaku semata-mata mengikuti kehendak hatinya, maka ia tidak boleh meninggalkan sifat malunya.
Dari penjelasan di atas diketahui bahwa malu membatasi antara seorang hamba dengan semua larangan atau kemaksiatan. Maka dengan kuatnya rasa malu makin lemahlah kecenderungan seseorang untuk terjerumus dalam kemaksiatan. Sebaliknya dengan lemahnya rasa malu makin kuatlah keinginan seseorang untuk melakukan kemaksiatan.

C.    Jenis-Jenis Malu
Terdapat banyak jenis-jenis malu, diantaranya :
1.    Malu kepada Allah,
Ketahuilah sesungguhnya celaan Allah itu diatas seluruh celaan. Dan pujian Allah subhanahu wata’ala itu diatas segala pujian. Orang yang tercela adalah orang yang dicela oleh Allah. Orang-orang yang terpuji adalah orang-orang yang dipuji oleh Allah.  Maka haruslah lebih malu kepada Allah dari pada yang lain.
Malu kepada Allah adalah jalan untuk menegakkan segala bentuk Ketaatan dan menjauhi segala bentuk kemaksiatan. Karena jika seorang hamba takut di cela Allah, tentunya ia tidak akan menolak ketaatan dan tidak pula mendekati kemaksiatan. Oleh karena itulah malu merupakan sebagian dari iman.
2.    Malu kepada Manusia,
Termasuk jenis malu adalah malunya sebagian manusia kepda sebagian yang lain. Sebagaimana malunya seorang anak kepada orangtuanya, isteri kepada suaminya, orang bodoh kepada orang pandai, serta malunya seorang gadis untuk terang-terangan menyatakan ingin menikah.
3.    Malunya seseorang terhadap dirinya,
Dan ini salah satu bentuk malu yang di rasakan oleh jiwa yang terhormat, tinggi dan mulia, sehingga ia tidak puas dengan kekurangan , kerendahan dan kehinaan. Karena itu engkau akan menjumpai seseorang yang merasa malu kepada dirinya sendiri, seolah-olah di dalam raganya terdapat dua jiwa, yang satu merasa malu kepada yang lain.
Malu inilah yang paling sempurna karena jika pada dirinya sendiri saja sudah demikian malu, apalagi terhadap orang lain.

D.    Keutamaan-Keutamaan Sifat Malu
1.    Allah mencintai sifat malu,
“Sesungguhnya Allah adalah Maha Pemalu dan Maha Menutupi. Dia mencintai rasa malu dan ketertutupan.”
2.    Malu adalah akhlaq Islam,
“Sesungguhnya setiap agama itu berakhlaq, Sedangkan akhlaq agama islam adalah malu.”
3.    Termasuk bagian dari iman,
Dari Ibnu ‘Umar radhiallahu’anhu, bahwasannya Rasulullah Shollallahu'alaihi Wa Sallam melewati seorang laki-laki dari sahabat Anshar sedang menasehati temannya tetang rasa malu. Lalu Rasulullah Shollallahu'alaihi Wa Sallam bersabda, “Biarkan ia, sesungguhnya malu merupakan bagian dari iman”
4.    Sifat malu mendatangkan kebaikan,
“Malu itu tidak mendatangkan kecuali kebaikan”
5.    Sifat malu menghantarkan ke surga
“Malu itu bagian dari iman. Dan iman tempatnya di surga, sedangkan ucapan keji termasuk bagian dari tabiat kasar, tabiat kasar itu tempatnya di neraka.” 

E.     Perkara-Perkara yang Dapat Meningkatkan Rasa Malu
1.    Muraqabatullaah (merasa terus diawasi Allah),
Kapan saja seorang hamba itu merasa Allah sedang melihat kepadanya dan berada dekat dengannya, ia akan mendapatkan ilmu ini (muraqabatullaah) karena rasa malunya kepada Allah.
2.    Mensyukuri nikmat Allah,
Sifat malu akan muncul dengan memikirkan nikmat Allah yang tidak terbatas, pada hakikatnya orang yang berakal akan merasa malu untuk menggunakan nikmat Allah untuk berbuat maksiat kepadanya.

F.     Perkara-Perkara yang Tidak Termasuk Malu
1.    Tidak berkata atau tidak terang-terangan dalam kebenaran,
Allah berfirman,
“… dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar …” (Qs. Al-Ahzaab : 53)
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Baari (I/52) berkata, “an tidak boleh dikatakan bahwa bisa jadi malu itu menjadi penghalang untuk berkata yang benar, atau mengerjakan kebaikan karena malu yang seperti itu bukan malu yang syar’I (sesuai syariat)”
Imam an-Nawawi rahimahullah, dalam Syahr Shahih Muslim (II/5), “Terjadi masalah pada sebagian orang yaitu orang yang pemalu kadang-kadang merasa malu untuk memberitahukan kebaikan kepada orang yang ia hormati. Akhirnya ia meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar. Terkadang sifat malunya membuat ia melalaikan sebagian apa yang menjadi haknya dan hal-hal lain yang biasa terjadi dalam kebiasaan sehari-hari.”
2.      Malu dalam mencari ilmu’
‘Aisyah berkata,
Sebaik-baik wanita adalah para wanita Anshar. Rasa malu tidak menghalangi mereka mendalami ilmu agama
Imam Mujahid rahimahullah berkata, “Tidak akan bisa mencari ilmu (dengan benar) orang yang malu mencarinya dan orang-orang yang sombong.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anda pengunjung yang ke