Selasa, 20 Maret 2012

HUKUM BEKERJA DI BANK


Dr. Yusuf Qardhawi

PERTANYAAN

Saya tamatan sebuah akademi perdagangan yang telah  berusaha mencari  pekerjaan  tetapi  tidak  mendapatkannya kecuali di salah satu bank. Padahal, saya  tahu  bahwa  bank  melakukan praktek  riba.  Saya  juga tahu bahwa agama melaknat penulis riba. Bagaimanakah sikap  saya  terhadap  tawaran  pekerjaan ini?

JAWABAN

Sistem ekonomi dalam Islam ditegakkan  pada  asas  memerangi riba   dan  menganggapnya  sebagai  dosa  besar  yang  dapat menghapuskan berkah dari  individu  dan  masyarakat,  bahkan dapat mendatangkan bencana di dunia dan di akhirat.

Hal  ini  telah  disinyalir di dalam Al Qur'an dan As Sunnah serta telah disepakati oleh umat. Cukuplah kiranya jika Anda membaca firman Allah Ta'ala berikut ini:

"Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa." (Al-Baqarah: 276)

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepadaAllah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketabuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu ..." (Al Baqarah: 278-279)

Mengenai hal ini Rasulullah saw. bersabda

"Apabila zina dan riba telah merajalela di suatu negeri, berarti mereka telah menyediakan diri
mereka untuk disiksa oleh Allah." (HR Hakim)1

Dalam peraturan dan tuntunannya Islam menyuruh umatnya  agar memerangi  kemaksiatan.  Apabila  tidak  sanggup, minimal ia harus menahan diri agar perkataan maupun perbuatannya  tidak terlibat   dalam   kemaksiatan   itu.   Karena   itu   Islam mengharamkan  semua  bentuk  kerja  sama   atas   dosa   dan permusuhan,   dan  menganggap  setiap  orang  yang  membantu kemaksiatan bersekutu dalam dosanya bersama pelakunya,  baik pertolongan   itu   dalam  bentuk  moril  ataupun  materiil, perbuatan ataupun  perkataan.  Dalam  sebuah  hadits  hasan, Rasulullah saw. bersabda mengenai kejahatan pembunuhan:

"Kalau penduduk langit dan penduduk bumi bersekutu dalam membunuh seorang mukmin, niscaya Allah akan membenamkan mereka dalam neraka." (HR Tirmidzi)

Sedangkan tentang khamar beliau saw. bersabda:

"Allah melaknat khamar, peminumnya, penuangnya, pemerahnya, yang meminta diperahkan, pembawanya, dan yang dibawakannya." (HR Abu Daud dan Ibnu Majah)

Demikian juga terhadap praktek suap-menyuap:

"Rasulullah saw. melaknat orang yang menyuap, yang menerima suap, dan yang menjadi perantaranya." (HR Ibnu Hibban dan Hakim)

Kemudian mengenai riba, Jabir bin Abdillah r.a. meriwayatkan:

"Rasulullah melaknat pemakan riba, yang member makan dengan hasil riba, dan dua orangyang menjadi saksinya." Dan beliau bersabda: "Mereka itu sama." (HR Muslim)

Ibnu Mas'ud meriwayatkan:

"Rasulullah saw. melaknat orang yang makan riba dan yang memberi makan dari hasil riba, dua orang saksinya, dan penulisnya." (HR Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi)2

Sementara itu, dalam riwayat lain disebutkan:

"Orang yang makan riba, orang yang memben makan dengan riba, dan dua orang saksinya jika mereka mengetahui hal itu maka mereka itu dilaknat lewat lisan Nabi Muhammad saw. hingga han kiamat." (HR Nasa'i)

Hadits-hadits sahih yang sharih itulah  yang  menyiksa  hati orang-orang  Islam  yang  bekerja  di bank-bank atau syirkah (persekutuan)   yang   aktivitasnya   tidak    lepas    dari tulis-menulis dan bunga riba. Namun perlu diperhatikan bahwa masalah riba ini tidak hanya berkaitan dengan  pegawai  bank atau  penulisnya pada berbagai syirkah, tetapi hal ini sudah menyusup ke dalam sistem ekonomi  kita  dan  semua  kegiatan yang berhubungan dengan keuangan, sehingga merupakan bencana umum sebagaimana yang diperingatkan Rasulullah saw.:

"Sungguh akan datang pada manusia suatu masa yang pada waktu itu tidak tersisa seorangpun melainkan akan makan riba; barangsiapa yang tidak memakannya maka ia akan terkena debunya." (HR Abu Daud dan Ibnu Majah)

Kondisi seperti ini tidak dapat diubah dan diperbaiki  hanya dengan  melarang  seseorang  bekerja di bank atau perusahaan yang mempraktekkan riba.  Tetapi  kerusakan  sistem  ekonomi yang  disebabkan  ulah  golongan  kapitalis  ini hanya dapat diubah oleh  sikap  seluruh  bangsa  dan  masyarakat  Islam. Perubahan  itu  tentu  saja harus diusahakan secara bertahap dan  perlahan-lahan  sehingga  tidak  menimbulkan  guncangan perekonomian  yang dapat menimbulkan bencana pada negara dan bangsa. Islam sendiri tidak melarang umatnya untuk melakukan perubahan    secara   bertahap   dalam   memecahkan   setiap permasalahan yang pelik.  Cara  ini  pernah  ditempuh  Islam ketika  mulai  mengharamkan riba, khamar, dan lainnya. Dalam hal ini yang terpenting adalah tekad  dan  kemauan  bersama, apabila  tekad  itu  telah bulat maka jalan pun akan terbuka lebar.

Setiap  muslim  yang  mempunyai  kepedulian  akan  hal   ini hendaklah  bekerja  dengan  hatinya,  lisannya,  dan segenap kemampuannya melalui berbagai wasilah  (sarana)  yang  tepat untuk   mengembangkan   sistem  perekonomian  kita  sendiri, sehingga  sesuai  dengan  ajaran   Islam.   Sebagai   contoh perbandingan,  di  dunia  ini  terdapat beberapa negara yang tidak memberlakukan sistem riba, yaitu mereka yang  berpaham sosialis.

Di  sisi lain, apabila kita melarang semua muslim bekerja di bank, maka dunia perbankan dan sejenisnya akan dikuasai oleh orang-orang  nonmuslim  seperti  Yahudi dan sebagainya. Pada akhirnya, negara-negara Islam akan dikuasai mereka.

Terlepas dari semua itu,  perlu  juga  diingat  bahwa  tidak semua  pekerjaan  yang  berhubungan  dengan  dunia perbankan tergolong riba. Ada diantaranya yang halal dan baik, seperti kegiatan  perpialangan,  penitipan,  dan  sebagainya; bahkan sedikit pekerjaan di sana yang termasuk haram.  Oleh  karena itu,  tidak  mengapalah  seorang  muslim  menerima pekerjaan tersebut --meskipun hatinya tidak rela-- dengan harapan tata perekonomian  akan  mengalami  perubahan menuju kondisi yang diridhai agama  dan  hatinya.  Hanya  saja,  dalam  hal  ini hendaklah  ia  rnelaksanakan tugasnya dengan baik, hendaklah menunaikan kewajiban terhadap dirinya dan  Rabb-nya  beserta umatnya sambil menantikan pahala atas kebaikan niatnya:

"Sesungguhnya setiap orang memperoleh apa yang ia niatkan." (HR Bukhari)

Sebelum  saya  tutup  fatwa  ini  janganlah  kita  melupakan kebutuhan  hidup  yang  oleh  para fuqaha diistilahkan telah mencapai tingkatan darurat. Kondisi inilah yang mengharuskan saudara  penanya  untuk  menerima pekerjaan tersebut sebagai sarana mencari penghidupan dan  rezeki,  sebagaimana  firman Allah SWT:

"... Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Al Baqarah: 173}

Catatan kaki:
1 Hakim mengatakan bahwa hadits ini sahih isnadnya.
2 Tirmidzi mensahihkannya. Hadits ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Hibban dan Hakim, dan mereka mensahihkannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anda pengunjung yang ke